Feature

Dialog Internasional Terkait Dunia Pendidikan Di Masa Pandemi Covid-19

Dialog Internasional Terkait Dunia Pendidikan Di Masa Pandemi Covid-19

Dialog Internasional Terkait Dunia Pendidikan Di Masa Pandemi Covid-19

Impessa.id, Yogyakarta: Ada yang menarik dalam Webinar Internasional bertajuk “The Future of Higher Education 2021 and Beyond” yang digelar APTISI (Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia) bersama Nelnet International, KADIN Indonesia, dan Indonesia Australia Business Council (IABC) pada Selasa, 30 Maret 2021, pukul 09.30-11.00 WIB, yakni program Revolusi Industri 4.0, yang direncanakan oleh Pemerintah Indonesia untuk diterapkan lima atau sepuluh tahun mendatang, diimplementasikan sekarang juga, dikarenakan dampak hebat dari pandemi Covid-19 menerpa dunia pendidikan Indonesia.

Dialog Global yang diikuti ratusan peserta dari berbagai belahan dunia menampilkan pembicara, pakar-pakar hebat dari Indonesia, masing-masing, Dr Rizal Affandi Lukman, Deputy Menko Perekonomian Republik Indonesia, M. Budi Djatmiko, Ketua Umum APTISI, Dr SD Darmono, Pendiri dan Chairman President University dan Jababeka Group, serta Laurie Zanella dari University Sydney Australia, De Anne Wenger selaku President Nelnet USA dan Joseph Egan dari Nelnet International, bersama moderator George Iwan Marantika yang adalah President IABC/KADIN.

Dr Ir HM Budi Djatmiko (Ketua Umum APTISI) menuturkan bahwa Indonesia sekarang dalam kondisi yang kurang baik, impact Covid-19 dari sisi ekonomi-bisnis nasional-sosial-individu-politik-hankam-kebudayaan-pendidikan, sangat betul-betul mempengaruhi kehidupan di Indonesia, khususnya di dunia pendidikan. “Secara umum, dalam waktu lima tahun pendidikan di Indonesia mengalami penurunan yang luar biasa, mahasiswa swasta menurun hingga 30% setelah Covid datang,” ungkapnya.

“Mengapa kita harus tahu memahami tren masa depan, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah Covid ini masuk, seluruh dunia gegap gempita menghadapi Covid-19,” tanyanya. Menurut Dr Budi Djatmiko, Perjalanan hidup kita menuju masa depan harus di menej betul karena kita harus tahu memahami dan mengantisipasi masa depan, setelah krisis karena Covid, dan masuk ke Revolusi Industri 4.0.

Dikatakan, Perguruan Tinggi di Indonesia tercatat ada 4720 dan jumlah tersebut cenderung menjadi berkurang dikarenakan terjadinya merger dan Perguruan Tinggi yang tak berbasis digital dipastikan akan tutup. Kini Perguruan Tinggi beralih, dari berbasis tembok menjadi berbasis awan, berbasis digital dengan e-learning management system. Perguruan Tinggi menjadi meng-global, Dosen akan mengajar dimana-mana, mahasiswa bisa belajar dimana-mana dan dapat belajar di Perguruan Tinggi lain secara paralel. Belajar menjadi lebih mudah dengan OnLine Open Sorce, ini yang akan terjadi.

“Dalam konteks kemajuan zaman, dengan memanfaatkan Big Data, Artificial Intelligent, Robotic yang diintegrasikan kedalam berbagai aspek kehidupan, akan mempengaruhi Pendidikan di Indonesia khususnya di Perguruan Tinggi,” ujarnya lebih lanjut. Dr Budi Djatmiko menyatakan kehadiran NelNet Bisnis Service di Indonesia bisa membantu Perguruan Tinggi yang berada dibawah naungan APTISI dimana NelNet bisa memberikan bantuan dalam bentuk pendanaan dan kolaborasi.

Perihal kesetaraan pendidikan di seluruh negeri sementara akses Internet belum mencapai daerah-daerah terpencil dimana para mahasiswa agar dengan mudah mengakses bahan tutorial dan pembelajaran OnLine, Dr Rizal Affandi Lukman selaku Deputy Menko Perekonomian Republik Indonesia menjelaskan;

Pemerintah menyadari tak semua populasi mempunyai kapabilitas dan akses yang sama pada Internet karena pandemi Covid-19, teknologi daring dan digital menjadi sangat penting dan untuk itu Pemerintah Indonesia telah memperluas Tahap 1 dari penyediaan kuota Internet, sebagai bagian dari bantuan dalam tiga bulan dari Kemendikbud dan sekarang diperluas ke Tahap 2 dengan menyediakan kuota internet untuk tiga bulan mendatang dari Maret hingga Mei 2021. Ini dapat digunakan oleh siswa manapun kecuali tidak boleh digunakan untuk Twitter, Instagram, Facebook dan TikTok, namun untuk konferensi, untuk ilmupedia, paket-paket dan Paket Belajar, diperbolehkan.

Adapun rincian kuota tersebut sebagai berikut; kuota untuk SD sebesar 7 Gb per bulan, selama tiga bulan, kuota untuk SMP sebesar 10 Gb per bulan, selama tiga bulan, kuota untuk SMA sebesar 12 Gb peer bulan, selama tiga bulan, serta kuota untuk Guru/Mahasiswa sebesar 15 Gb per bulan, selama tiga bulan.

Sedangkan Telkomsel menyediakan berbagai fasilitas, untuk rakyat yang tinggal di daerah terpencil khususnya di daerah perbatasan dan daerah kurang berkembang, Telkomsel akan mendirikan 2000 BTS untuk mencakup broadband 4G, sebagai baian dari kewajiban penyediaan layanan dan akan diselesaikan   pada tahun 2022, mencakup semua desa-desa terpencil di pelosok Tanah Air. Telkomsel juga memasang 1500 BTS untuk Broadband LTE 4G di Kota-Kota Besar dan Kecil untuk mendukung pendidikan daring. “Jadi itu adalah bagian dari dukungan Pemerintah untuk mananggulangi dan membantu e-Learning,” jelas Rizal Affandi Lukman.

Terkait Kerjasama Indonesia-Australia, Deputy Menko Perekonomian Republik Indonesia mengatakan, sejak Juli 2020, Indonesia-Australia Kemitraan komprehensif mulai berlaku. “Pendidikan adalah layanan terbesar Australia ke Indonesia dengan nilai 899-juta US Dollar pada 2018. Berdasarkan IA CEPA, pemasok Australia menyediakan Pendidikan dan pelatihan teknis kejuruan dikenal sebagai Praktik Kerja yang dapat menyediakan layanan melalui bsinis-bisnis Australia di Indonesia,” ungkapnya.

Sementara itu, Dr SD Darmono, Pendiri dan Chairman President University dan Jababeka Group lebih menekankan pada Pemberdayaan Mahasiswa. Kawasan industri yang dipimpinnya mempunyai pelanggan dari 33 negara yang menanam modal di Kota Baru Cikarang seluas 5600 Hektar. Dr Darmono mengakui adanya kesulitan yang dihadapi yakni minimnya SDM (Sumber Daya Manusia) yang Siap Pakai. Guna memenuhi kebutuhan itu pihaknya mendirikan President University, lulusannya masih belum cukup, kemudian membangun Community College, masih belum mencukupi pula sehingga kemudian mendirikan LPK (Lembaga Pendidikan dan Ketrampilan).

“Ternyata kebutuhan SDM Siap Pakai dari perusahaan itu macam-macam. Basic Education ada tiga, untuk komunikasi harus menguasai Bahasa Inggris, kekudian bisa mengetik atau menulis, dan menguasai Book Keeping atau Accounting. Didukung moral dan akhlak sebagai karakter building yang bikin beda karena tanpa itu hanya akan menjadi robot,” aku Dr Darmono.

Adapun pembicara dari mancanegara, masing-masing Laurie Zanella dari University Sydney Australia, De Anne Wenger selaku President Nelnet USA dan Joseph Egan dari Nelnet International, mengaku senang dapat bekerjasama berdialog dengan pakar Pendidikan Indonesia guna menuju masa depan yang lebih baik. (Festure of Impessa.id by Antok Wesman)