Event

Jokpin Ajak Peserta Berpuisi Pakai Metode Diagram Pohon

Jokpin Ajak Peserta Berpuisi Pakai Metode Diagram Pohon

Jokpin Ajak Peserta Berpuisi Pakai Metode Diagram Pohon (Foto: JogLitFest)

Impessa.id, Yogyakarta : Puisi, oleh masyarakat awam, kerap kali dianggap sebagai karya yang hanya berisi ungkapanungkapan perasaan dan sekadar bersumber dari khayalan penulisnya. Padahal, genre karya sastra selain prosa dan naskah drama ini, hakikatnya bersumber dari realitas atau pengalaman empiris penyairnya.

Sebagaimana wujud seni lainnya, puisi pun ditujukan sebagai sarana komunikasi antara penulisnya di satu sisi dengan pembaca di sisi yang lain. Singkatnya, puisi menurut salah seorang guru besar sastra Universitas Gadjah Mada (UGM), yakni Prof. Rachmat Djoko Pradopo, merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan.

Seseorang yang menuliskan puisi disebut sebagai penyair, yakni orang yang berperan menghadirkanthe ultimate realitydalam bahasa Dick Hartoko. Akan tetapi, tidak semua orang lantas tergugah untuk menjadi penyair, lantaran memang posisi tersebut menuntut adanya kesadaran yang intens, pergulatan secara kontinuitas dengan realitas dan bahasa, serta siap menjadi eksponen yang senantiasa – dalam ungkapan Linus Suryadi AG – berdiri dan bersaksi di pinggir.

Berkaitan dengan hal itu, menjadi hal yang unik ketika melihat realitas Yogyakarta sebagai kota yang tidak henti-hentinya melahirkan nama penyair baru. Kenyataan itu berimbas pada aktivitas kesenian di dalamnya, khususnya sastra, yang seakan-akan silih berganti terus digulirkan mengiring perjalanan zaman. Yogyakarta menjadi wadah yang kian mendukung proses-proses kepenyairan.

Alasan demikian juga menjadi salah sebab diadakannya Workshop Penulisan Puisi, sebagai rangkaian praevent Festival Sastra Yogyakarta (Joglitfest) 2019. Workshop tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 September 2019, bertempat di Kedai JBS, Wijilan (Gang Semangat no. 150 Panembahan, Kraton, Yogyakarta). Pembicara yang dihadirkan adalah seorang penyair ternama, yakni Joko Pinurbo, dengan didampingi oleh Anggitya Alfiansari sebagai moderator.

Setelah mengajak para peserta workshop terlebih dahulu menghapus “mitos-mitos” dalam dunia kepenyairan berupa persoalan pengolahan kata, ilham penulisan, dan penderitaan, Jokpin (sapaan karib Joko Pinurbo) kemudian menjelaskan metode umum yang bisa digunakan dalam penulisan puisi. Metode tersebut memang terkesan ilmiah menurutnya, tetapi efektif untuk dipelajari. “Kita akan mencoba merancang sebuah puisi dalam perspektif ilmiah, yakni menggunakan metode diagram pohon. Maksudnya, agar nanti bisa dipelajari kembali,” ajak penyair kelahiran Sukabumi, 11 Mei 1962 itu.

“Saya mengajak menggunakan diagram pohon, karena sebagaimana sebatang pohon, bahwa puisi pun berilham dari tanah, dari bawah, dari pergulatan hidup kita sehari-hari. Ilham, dengan demikian harus „dijemput‟ dan „diserap‟, sebab sumber utamanya tak lain adalah tanah,„bumi‟, yang kita gulati sehari-hari. Jadi, sekali lagi, bukan dari langit, sebab bagaimana mungkin kita bisa menjangkau langit, sementara kitamanusia biasa, bukan seorang nabi?” lanjut Jokpin.

Jokpin pun melihat potensi-potensi kepenyairan dalam diri para peserta berdasarkan puisi yang telah dikirimkan sebelum acara. Ia sekaligus menjelaskan yang dimaksudkan sebagai diagram pohon, serta hal-hal yang bisa “dirambati” oleh akar dari pohon tersebut. “Saya yakin, semua peserta yang hadir di sini adalah seorang penyair andai melihat puisi-puisi yang telah dikirim.

Kemudian, tentang potensi yang bisa kita garap sebagai bahan puisi, misalnya problematika kita hari ini, bahwa pascareformasi, dalam konteks kehidupan sosial, kita menjadi manusia yang mudah terpantik oleh konflik. Kita kian gemar saling bertengkar. Retaknya hubungan kasih sayang, mau tak mau harus kita akui. Singkatnya, cinta kasih sosial kita kian pudar. Itu yang saya lihat, dan merupakan sumber inspirasi. Puisi-puisi kita dapat mengakar pada hal itu, kemudian kita lanjutkan pengolahan ke „batang‟nya menjadi beberapa bagian, lalu dituntaskan pada eksekusi „daun-daun‟ puisi,” jelas penyair yang menjadi masyhur lantaran kumpulan puisi Celana-nya itu.

Acara yang berlangsung pukul 10.00 – 14.00 WIB itu terbagi ke dalam dua sesi. Para peserta terlihat kian antusias, baik tatkala menyimak pembicaraan Jokpin, maupun pada sesi praktik. Workshop kemudian ditutup dengan kegiatan berfoto bersama. (Mesthy/Antok Wesman)