Prof. Maksudin Dikukuhkan Sebagai Guru Besar Ilmu Pendidikan Akhlak UIN Suka Yogyakarta
Impessa.id, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga mengukuhan Prof. Dr. Maksudin, M.Ag. sebagai Guru Besar melalui Sidang Senat Terbuka di Gedung Prof. H.M. Amin Abdullah, kampus setempat, 29/5/2024. Prof. Maksudin dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Pendidikan Akhlak, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 119401/B.II/3/2023 tanggal 17 November 2023.
Selain dihadiri oleh jajaran Rektorat, Dekanat, Kepala Lembaga, Kepala Pusat Studi, Kepala Biro, dan segenap civitas akademik di lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, turut hadir juga para tamu undangan yang antara lain: Wakil bupati Bantul; Prof. Dr. Musa Asy ‘arie, Rektor UIN Sunan Kalijag Periode 2011-2015, Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes., (Rektor UNY) Prof. Dr. Drs. Suminto A Sayuti; Prof. Hj. Darmiyati Zuchdi; Dr. KH Mas’ud Masduki (Rois Suriyah NU DIY), Prof. Dr. Wail Ali Sayyid (dari Ayn Shams University, Mesir).
Dalam Pidato Guru Besarnya bertajuk “Moralitas Integratif untuk Membentuk Mindset dan Mindmap Agama dan Sains Nondikotomi” Prof. Maksudin antara lain berharap memberikan kontribusi sekaligus wawasan baru khususnya di bidang pendidikan dalam konteks ilmu pendidikan akhlak intergratif yang hingga saat ini masih ditekuninya.
Disampaikan bahwa paradigama agama dan sains integratif interkonektif bagi umat manusia dapat menguatkan agama dan sains menjadi milik dan menjadi kepribadian serta karakter umat manusia. Agama tidak menjadikan pemeluknya menjauhi sains dan demikian juga sains bagi saintis tidak meninggalkan agama, akan tetapi agamawan dan ilmuwan “saintis” saling memperkuat, memperkokoh, dan saling mengisi kekurangan dan kelemahan sehingga yang ada saling “fastabiqul khairat”. Agama dan sains tidak banyak manfaatnya jika diperselisihkan atau dipertentangkan, karena pada hakikatnya dua hal ini sama-sama berasal dan bersumber dari Allah SWT Tuhan YME. Ini sesuai dengan dasar pengetahuan termasuk sains dalam Islam adalah keyakinan yang kokoh tak tergoyahkan dari cara berpikir yang pertama bahwa Allah berkuasa atas segala hal, termasuk pengetahuan yang berasal dari satu-satunya sumber, yakni Allah SWT. Tauhid mempunyai daya dorong bagi munculnya semangat dalam mengkaji alam. Tauhid juga mempunyai implikasi cermat, mendasar, dan meluas, sehingga Tauhid menjadi pusat dari semangat keilmuan dan sebagai sumber motivasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Lebih lanjut Prof Maksudin mengutip pernyataan Albert Einstein “agama tanpa ilmu buta, dan ilmu tanpa agama lumpuh”. Hal ini diperkuat pendapat Muhammad Husain Haikal dalam kitab “al-Iman wa al-Ma’rifah wa al-Falsafah” bahwa hakikaknya tidak ada perbedaaan dan pertentangan antara agama dan sains. Dikatakan adanya perbedaan agama dan sains pada dataran para ilmuan dan agamawan atau pada dataran manusia. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh dari kekuasaan politik dan sistem hukum yang ada dan ini merupakan warisan sejarah kuno. Arnold J. Toynbee berpendapat secara historis agama lebih dahulu adanya dan sains tumbuh dari agama. Secara singkat sains yang ditemukan para ahli sumber pokoknya kitab suci.
“Demikian sebaliknya, agama bagi agamawan murni tanpa sains akan menjadikan kemunduran dan kepicikan dalam menghadapi perubahan dan perkembangan sains sedemikan pesatnya. Ditilik dari sejarah dikotomi sains dan agama sudah berkisar 9 abad yang silam yakni sejak pertengahan abad 12 hingga abad 21 ini. Disadari atau tidak oleh para intelektual, para cendekia, para tokoh dan semua pihak akan akibat dunia intelektualisme dengan kebebasan berfikir saat ini sangat pesat perkembangannya dengan ditandai perkembangan Iptek dan teknologi yang sangat canggih, namun dibalik kecanggihan dan kemajuan itu justru banyak permasalahan yang dialami umat manusia pada umumnya, yaitu: “kering rohaniah” nya,” kata Prof. Maksudin.
Prof Maksudin berpendapat bahwa paradigma dalam variable judul pidatonya sangat kuat dan mendasar, karena tujuan pendidikan nasional untuk membentuk manusia beriman dan bertakwa. ayat Al Quran pertama surat Al Alaq syat 1-5 yang fokus ayat berpikir dan berzikir integrase, serta firman Allah SWT QS. Ar-Ra’d ayat 11, dan kutipan dalam Tafsir Ilmi bahwa Allah SWT tentukan dua hal, yaitu agama dan sunnatullah (tafsir ilmi),
Lebih jauh Prof. Maksudin mengupas kandungan wahyu pertama yang diterima Rasulullah tersebut dipahami sebagai esensi pesan pendidikan, literasi dan liberasi; transendensi; integrasi dan interkoneksi ayat quraniyyah, kauniyyah, dan sunatullah, humanisasi dan harmonisasi, moralitas, serta instrumentalisasi berbasis teknologi, literasi digital, intelektualisasi dan aktualisasi diri, proses berpikir kreatif dan inovatif serta proses pembelajaran ayng berbasis cinta, kasih sayang, kemurahan, dan ketulusan hati.
Selanjutnya dipaparkan satu demi satu dari mapping yang dibuatnya antara lain: pertama penjelasan peta konsep: Iman dan takwa integratif menjadi tujuan utama dan pertama moralitas integratif (moralitas tauhidik); Landasan dan sumber teks (wahyu: Al-Quran dan Al-Hadis) yang menjadi sumber agama, dan nonteks (sunnatullah/hukum alam) yang menjadi sumber ilmu pengetahuan dan teknologi; Pendekatan pikir dan zikir integratif dalam mengkaji moralitas integratif (QS. Al-‘Alaq: 1-5); Metode mindset dan mindmap integratif dalam mengkaji moralitas integratif dengan logika berpikir, mantik, logika nubuwwah, dan hikmah; Target output dan outcome moralitas integratif agama dan ilmu pengetahuan nondikotomi.
Dijelaskan juga implikasi dari peta konsep yang didesainnya yang meliputi: Setiap manusia bersedia mengubah mindset dan mindmap dalam pikir dan zikir dikotomi menjadi mindset dan mindmap pikir dan zikir integratif/tauhidik; Landasan dan sumber moralitas integratif adalah teks (wahyu: Al-Quran dan Al-Hadis) yang menjadi sumber agama, dan nonteks (sunnatullah/hukum alam) yang menjadi sumber ilmu pengetahuan dan teknologi; Iman dan takwa integratif bahwa moralitas integratif didasarkan pada teks dan nonteks; Pendekatan yang digunakan adalah pikir dan zikir integratif 5. Metode yang digunakan mindset dan mindmap integratif dengan logika berpikir, mantik, logika nubuwwah, dan hikmah.
Tidak luput juga dari bahasannya mengenai mindset integratif yang mencakup nilai, keyakinan, dan sikap individu terhadap hal-hal seperti keberhasilan, kegagalan, kemampuan untuk belajar dan tumbuh, dan pandangan tentang kemungkinan perubahan. Moralitas Integratif bersumber pada Alquran, Al-Hadis, dan Sunantullah atau hukum alam.
Adapun output dan outcome yang diharapkan dari pidato pengukuhan yang diusungnya antara lain: Menyadari bahwa perubahan mindset mungkin memerlukan waktu dan usaha yang cukup; Menentukan tujuan yang ingin dicapai dan membuat rencana untuk mencapainya; Belajar dari pengalaman dan mengevaluasi cara pandang yang salah; Membuka diri terhadap ide-ide baru dan pendapat yang berbeda; Menerapkan pemikiran positif dan berfokus pada hal-hal yang positif; Mencari dukungan dari orang lain, termasuk teman, keluarga, atau profesional; Melakukan latihan relaksasi atau meditasi untuk membantu mengendalikan emosi dan fokus pikiran; Melakukan perubahan yang realistis dan berkelanjutan; Mengambil tindakan nyata dan berkoordinasi dengan orang lain untuk membuat perubahan yang diinginkan; Terus belajar dan mengejar pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri dan dunia di sekitar. (Tim Humas UIN Suka/Antok Wesman-Impessa.id)