Ekonomi-Bisnis

Jogja Cocoa Day 2 Digelar Di Atrium UG, Hartono Mall Yogyakarta, 12-15 November 2020

Jogja Cocoa Day 2 Digelar Di Atrium UG, Hartono Mall Yogyakarta, 12-15 November 2020

Jogja Cocoa Day 2 Digelar Di Atrium UG, Hartono Mall Yogyakarta, 12-15 November 2020

Impessa.id, Yogyakarta: Setelah sukses menggelar Jogja Cocoa Day 1 pada Oktober 2019, kini Hartono Mall Yogyakarta mengulang kembali Jogja Cocoa Day 2, pada 12-15 November 2020, betempat di Atrium UG, selama empat hari mulai Kamis hingga Minggu, dalam tajuk “Cita Rasa Around the World”.

General Manager Hartono Mall Yogyakarta Dian Widiyanti yang didampingi Tabita selaku Senior Marcom dan Steffen Hitscher, Marketing Manager Cokelat Monggo, menuturkan bahwa Jogja Cocoa Day 2 melanjutkan kerjasama pihaknya dengan Coklat Monggo, produsen permen coklat yang berbasis di Kotagede, Yogyakarta, setelah tertunda dari rencana di bulan Oktober, terkait masih merebaknya pandemi Covid-19.

“Coklat merupakan makanan yang sangat populer di masyarakat, dan Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke-tiga sebagai penghasil coklat terbesar di dunia, setelah negara Pantai Gading dan Ghana, keduanya di Afrika Barat. Jogja Cocoa Day hadir untuk meng-edukasi publik bahwasanya coklat memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh,” jelas Dian Widiyanti.

Pelaksanaan Jogja Cocoa Day 2 lebih kepada mengajak pengunjung Hartono Mall Yogyakarta, khususnya para penggemar Coklat untuk terlibat aktif, karena arena disetting juga untuk proses membuat makanan cokelat, selain tersaji Biji buah Cokelat aseli yang bisa dicicipi secara Cuma-Cuma, agar publik mengenal lebih jauh tentang asal-usul makanan Cokelat tersebut. Tersedia pula penjualan bibit pohon Cokelat yang bisa dibudidayakan dirumah.

“Banyak hal yang bisa didapat di Jogja Cocoa Day 2, yakni tambahan wawasan dan pengetahuan tentang coklat, mulai dari proses budidaya tanaman Cokelat hingga produksi Cokelat siap dikonsumsi,” ungkap Tabita, Senior Manager Hartono Mall Yogyakarta.

Terkait proses pembuatan makanan Cokelat, pihak Cokelat Monggo telah menyiapkan tenaga ahlinya yang siap mendampingi peserta Cokelat experience. “Kami dari Cokelat Monggo menghadirkan chef-chef berpengalaman membuat makanan-minuman Cokelat, berikut bahan-bahan bakunya, serta aneka topping, penghias makanan Cokelat yang dibuat oleh pengunjung Jogja Cocoa Day 2,” ungkap Steffen.

“Kami juga menyediakan semacam welcome drink berupa minuman Cokelat aseli ala Suku Maya sebagai penemunya dan minuman Cokelat style Cokelat Monggo yang kaya gizi dan menyehatkan, karena kandungan tinggi zat anti-oksidan didalam Cokelat, secara gratis untuk pengunjung,” imbuh Steffen lebih lanjut.

Berikut sejarah Cokelat yang penulis kutip dari diorama asal-usul Cokelat yang terpampang di Museum Cokelat Monggo beralamatkan di Jalan Tugu Gentong RT 03 Sribitan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang lokasinya juga bisa diakses melalui Google Map.

Cokelat sejarahnya berawal di era 100-900 dari suku Maya hingga era 1200-1500 suku Aztec di Amerika Latin, yang sangat menghargai tanaman coklat sehingga biji Cokelat dijadikan sebagai mata uang, penukar barang dagangan, dan minuman dari biji Cokelat hanya dikonsumsi oleh raja-raja. Hingga masuknya bangsa Spanyol ke wilayah itu dan membawa biji Cokelat ke Eropa yang kemudian berkembang diolah menjadi minuman yang enak dan digemari para bangsawan Spanyol hingga menyebar ke bumi Eropa.

Kolonialisme Eropa di bumi Nusantara yang kini bernama Indonesia menjadikan Cokelat pun ditanam secara massal di berbagai wilayah di Tanah Air terkait meningkatnya permintaan Cokelat di Eropa. Cokelat mulai masuk ke Indonesia dibawa oleh bangsa Portugis sekitar tahun 1778. Coenraad van Houten dari Belanda berhasil mengembangkan mesin pemeras Kakao sehingga lemak yang berada di biji Kakao terperas keluar sehingga menyisakan padatan yang disebut bubuk Kakao. Pada 1848, Fry & Son dari Inggris berhasil mengubah Cokelat yang diminum, menjadi Cokelat yang bisa dimakan dengan cita rasa yang lezat.

Pada 1875, Daniel Peter, menantu Henri Nestle, menambahkan susu kental manis kedalam Cokelat yang menjadikannya Cokelat-Susu batangan yang pertama dan seketika menjadi popular. Pada 1879, Rudolphe Lindt memproduksi Cokelat yang lumer dilidah melalui proses Conching, yang memberikan tekstur halus pada Cokelat. Pada 1912 Jean Neuhaus dari Belgia menciptakan kulit Cokelat yang bisa diisi dengan krim atau pasta kacang, saat itulah Pralin Belgia lahir.

Adapun untuk proses pembuatan makanan Cokelat yang biasa kita santap sehari-hari, ternyata sangat rumit dan membutuhkan proses yang panjang. Hal itu dapat dibaca secara rinci didalam Museum Cokelat Monggo. Silahkan sekeluarga menambah ilmu dan wawasan dengan mengunjungi Museum Cokelat Monggo Yogyakarta tersebut. (Antok Wesman-Impessa.id)